Friday, September 18, 2015

Dari Habbah Menuju Jannah (Bagian 2)

2. Infaq sebagai Benih (habbah)

Padanan kata benih dalam bahasa Al-Quran adalah habbah, seperti tertulis dalam Qs.2:261, 6:59, 6:95, 6:99, 21:47, 31:16, 36:33, 50:9, 55:12, 78:15, 80:27 diumpamakan dengan infaq pada Qs.2:261. Selain bermakna benih, habbah juga bermakna cinta. Makna itu dapat kita jumpai di banyak ayat dalam Al-Quran. Kita ambil dua ayat saja yaitu Qs.3:14 tentang cinta pada dunia dan Qs.49:7 tentang cinta pada keimanan. Dengan adanya dua makna habbah yaitu benih dan cinta, kita bisa berkata: secara nilai habbah bermakna cinta dan secara nominal habbah bermakna benih.

Kata dasar habbah adalah Ha-Ba-Ba yang berarti membentuk sesuatu menjadi sesuatu yang lain. Jika habbah secara nilai membentuk perubahan secara psikis maka habbah secara nominal membentuk perubahan secara fisik, dari sedikit menjadi banyak. Tidak ada perubahan tanpa habbah.

Saya ulang sekali lagi,
tidak ada perubahan tanpa habbah.

Kita ingin bisnis semakin membesar, kita perlu habbah.
Kita ingin kehidupan yang lebih baik, kita perlu habbah
Kita ingin ada perubahan nasib menjadi lebih baik, kita perlu habbah
Jadi tidak berlebihan jika kita mengatakan bahwa modal kita hanyalah habbah. Kuliah bisa gratis sampai S2 itu bermodalkan habbah. Dan kita pun menjadi paham, kenapa Al-Quran menjadikan infaq sebagai salah satu komponen bisnis yang tidak akan merugi, tentu infaq yang dikelola seperti benih, seperti habbah.


Dua orang mahasiswa kita yang mendampingi 
Prof Bambang Marsono (Ketua STIE Trianandra) 
itu juga kuliah gartis dengan bermodalkan habbah


Beasiswa Wirausaha Biar Riba Raib
Semoga menjadi kader penggerak ekonomi tanpa riba, amin.

Penting untuk tidak dilupakan bahwa habbah yang berguna adalah habbah yang ditanam, oleh karenanya habbah membutuhkan Petani, sebagaimana pernah diulas pada pembahasan sebelumnya. Ada habbah tapi tidak ada Petani ya habbah nya tidak jadi apa-apa. Petani lah yang menanam habbah, merawatnya hingga bertunas, tumbuh berbatang dan berbuah. Lalu buah-buahan itu dapat dinikmati oleh Petani dan siapa saja meskipun tidak ikut menanam, seperti binatang yang tidak ikut menanam atau membeli buah-buahan itu pun dapat menikmatinya secara gratis. Buah yang jatuh pun dapat tumbuh dan berbuah lagi, karena Petani sudah mengolah tanah menjadi subur. Dari satu benih bisa tumbuh banyak pohon, menjadi kebun, menjadi jannah. Dari pemahaman itulah kita mengambil judul tulisan: 


Dari Habbah Menuju Jannah

Jangan pernah memiliki fikiran bahwa setelah memberikan habbah lalu kita pergi melupakannya dan beberapa waktu kemudian datang kembali meminta hasil panennya. Tidak, bukan begitu. Kalau itu yang kita lakukan, kita akan terjebak dalam praktek riba. Mata kita kemasukan debu-debu riba begitu banyaknya sehingga menjadi buta. Dapat melihat, tetapi tidak dapat membedakan mana ekonomi riba dan mana ekonomi Islam. Mari kita kenali Ini prinsip riba yang paling mendasar: memberi sedikit harta untuk mendapatkan harta yang lebih banyak. Mau memanen tanpa mau menanam. Oleh karenanya Al-Quran mengatakan: setiap manusia hanya mendapatkan apa yang ia usahakan.


[Qs.53:39] Dan bahwasannya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.

Kembali pada dua makna habbah, bahwa secara nominal berarti benih dan secara nilai berarti cinta. Kita sudah memahami soal benih dari uraian diatas, yaitu harta yang dibelanjakan dan dikelola seperti benih yang ditanam. Secara nilai habbah bermakna cinta. Apa maksudnya? maksudnya kita berbicara tentang kualitas benih. Tentu saja Petani harus memilih mana benih unggulan yang akan ditanam. Begitu juga dengan infaq, tidak sembarang kita membelanjakan harta. Ingat lagi hadits Nabi bahwa kita akan ditanya kemana harta itu dibelanjakan.

Perhatikan, ayat-ayat ini berbicara tentang kualitas infaq (kualitas benih)


[Qs.2:267] Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.


[Qs.3:92] Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan yang sempurna, sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. dan apa saja yang kamu nafkahkan maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.

Habbah yang menghasilkan Jannah bukanlah sembarang habbah. Coba bayangkan Jannah berdasarkan kabar dari Al-Quran bahwa di sana kita akan mendapatkan apa yang kita inginkan serba gratis, seperti buah-buahan yang berlimpah yang tiada putus-putusnya berbuah. Jannah kita di dunia juga semestinya begitu, apa-apa serba gratis, jangan apa-apa serba bayar. Kalau begitu, jangan sembarang habbah yang ditanam. Habbah yang berkualitas, habbah yang seperti apa ?

Secara nilai habbah bermakna cinta. Pertanyaannya: cinta seperti apakah yang hendak kita tanam? Perhatikan dua ayat berikut lalu pilih cinta yang mana yang hendak ditanam.


[Qs.3:14] Dijadikan indah pada pandangan manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banya dari jenis emas dan perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah lah tempat kembali yang baik.



[Qs.49:7] Dan ketahuilah olehmu bahwa di kalanganmu ada Rasulullah, kalau ia menuruti kemauanmu dalam beberapa urusan benar-benarlah kamu mendapat kesusahan, tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan keimanan itu indah di dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus.

Sekarang kita sudah bisa memilih habbah yang hendak ditumbuhkebangkan, yaitu habbah yang ada dalam Qs.49:7 yaitu Cinta kepada keimanan. Kita menghindari cinta kepada syahwat dunia. Pilihan ini penting. Modal habbah akan menentukan pola dan gerak kita. Bisnis yang tidak akan merugi menghendaki kita untuk memilih habbah 49:7 

Tentu kita tidak ingin bernasib seperti Petani yang banyak kita jumpai di negeri ini. Mereka bekerja keras tetapi tidak mendapatkan hasil yang layak. Seberapapun kerasnya mereka bekerja, mereka tetap tidak akan mendapatkan hasil yang layak. Harga malah jatuh ketika panen, lalu dibuang percuma. Tanah kering kerontang tak berdaya menunggu hujan.

Perhatikan, nasib kebanyakan Petani atau Pebisnis akhir zaman itu seperti ini:


[Qs.18:42] Dan harta kekayaannya dibinasakan, lalu ia membolak-balikkan kedua tangannya tanda menyesal terhadap apa yang telah ia belanjakan untuk itu, sedang pohon anggur itu roboh bersama para-paranya dan dia berkata: "Aduhai kiranya dulu aku tidak mempersekutukan seorangpun dengan Tuhanku.

Bila habbah 3:14 yang ditumbuhkembangkan maka sering kita terjebak pada kemusyrikan. Dan sistem ekonomi riba merupakan salah satu produk kemusyrikan.

Bukankah kita ingin menjadi Petani atau Pebisnis seperti yang digambarkan oleh ayat ini:


[Qs.2:265] Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyiraminya, maka hujan gerimis pun memadai. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.

Paham ya?

Ada Petani, Benih, dan selanjutnya kita akan mebahas prosesnya yaitu menanam, pada bagian ketiga nanti insya Allah.


No comments:

Post a Comment